TUGAS TERSTUKTUR PENGENDALIAN VEKTOR EPIDEMIOLOGI PENGENDALIAN NYAMUK Aedes

Kelompok : 2

Disusun oleh: Lidya Natalia S

G1B012027

Nurfaizah

G1B012035

Rikky Permana SP

G1B012063

Aisyah Rachmadini

G1B012088

Ilmiaziz Mumfangatin

G1B012092

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT PURWOKERTO 2015

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Nyamuk termasuk dalam subfamili Culicinae, family Culicidae (Nematocera: Diptera) merupakan vektor atau penular utama dari penyakit arbovirus atau arthropod-borne viruses. Di seluruh dunia terdapat lebih dari 2500 spesies nyamuk meskipun sebagian besar dari spesies - spesies nyamuk ini tidak berasosiasi dengan penyakit virus (arbovirus) dan penyakit - penyakit lainnya. Jenis - jenis nyamuk yang menjadi vektor utama, biasanya adalah

Aedes sp.,

Culex

sp.,

Anopheles sp., dan Mansonia sp. (Sembel, 2009). Aedes adalah genus nyamuk awalnya ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Hal ini dianggap sangat invasif di alam dan dapat membawa berbagai patogen yang dapat ditularkan ke manusia. Spesies Aedes aegypti L. dan Aedes albopictus (Skuse) adalah vektor utama yang menjadi perhatian di seluruh dunia. Aedes aegypti merupakan

vektor

utama

yang

mentransmisikan

virus

yang

menyebabkan demam berdarah. Ia juga dikenal untuk mengirimkan infeksi filaria Wuchereria bancrofti dan dari Cacing jantung dan parasit Plasmodium gallinaceum burung (R. C. Russell, 2005). Aedes sp merupakan vektor pembawa penyakit DBD, chikungunya, demam kuning, filariasis, radang otak atau encephalitis. Penyebaran penyakit Demam berdarah Dengue (DBD) di Indonesia kian mengancam. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Badan Litbangkes) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukan jumlah korban jiwa yang disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti itu terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2014 jumlahnya mencapai 903 orang dari 99.499 kasus DBD. Ini meningkat dari tahun 2013 yang hanya 871 orang dari 112.511 kasus DBD, dan 2012 hanya 816 orang dari 90.245 kasus (Badan Litbangkes Kemenkes, 2015).

Tiga penyakit menjadi fokus perhatian di Indonesia, yaitu DBD, malaria, dan filariasis. Berdasarkan data Kemenkes, penderita DBD (2013) 45,85 orang per 100.000 penduduk dengan tingkat kematian 0,77 persen. Kasus malaria (2013) 1,38 orang per 1.000 penduduk. Dan ada 302 kabupaten/kota endemis filariasis dari 497 kabupaten/kota. Awal tahun 2015 yang mengalami KLB DBD adalah jawa timur sebanyak 1.817 kasus demam berdarah dengue (DBD) telah dilaporkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur kepada Kementerian Kesehatan RI. ada peningkatan kasus DBD sebesar 46% bila dibandingkan bulan yang sama di tahun 2014, yaitu 980 kasus. Seluruhnya terdapat 15 Kabupaten/Kota yang menyandang status kejadian luar biasa (KLB) dikarenakan jumlah kasus DBD di wilayah tersebut meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan bulan yang sama di tahun 2014 (Depkes, 2015). Oleh sebab itu makalah ini dibuat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Aedes sp.

B. Tujuan 1. Untuk mengetahui taksonomi Aedes sp. 2. Untuk

mengetahui morfologi

Aedes

aegypti

dan

Aedes

albopictus. 3. Untuk mengetahui siklus hidup Aedes sp. 4. Untuk mengetahui kebiasaan hidup/bionomik nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. 5. Untuk mengetahui penyebaran nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. 6. Untuk mengetahui peranan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus sebagai vector. 7. Untuk mengetahui cara pengendalian nyamuk Aedes sp.

BAB II ISI

A. Taksonomi Aedes sp Nyamuk Aedes sp tersebar di seluruh dunia dan diperkirakan mencapai 950 spesies. Nyamuk ini dapat menyebabkan gangguan gigitan yang serius terhadap manusia dan binatang, baik di daerah tropik dan daerah beriklim lebih dingin. 1. Taksonomi Aedes Aegypti Urutan klasifikasi dari nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai berikut: Kingdom

: Animalia

Phylum

: Arthropoda

Subphylum : Uniramia Kelas

: Insekta

Ordo

: Diptera

Subordo

: Nematosera

Familia

: Culicidae

Sub Family : Culicinae Tribus

: Culicini

Genus

: Aedes

Spesies

: Aedes Aegypti (Djakaria S, 2004)

2. Taksonomi Aedes albopictus Aedes albopictus termasuk dalam subgenus yang sama dengan Aedes aegypti (Stegomya). Klasifikasi Aedes albopictus adalah sebagai berikut: Kingdom

: Animalia

Phylum

: Insecta

Ordo

: Diptera

Familia

: Culicidae

Genus Spesies

: Aedes : Aedes albopictus

B. Morfologi Aedes aegypti dan Aedes albopictus 1. Telur Telur Aedes sp. tidak mempunyai pelampung dan diletakkan satu persatu di atas permukaan air, berwarna gelap, berbentuk oval biasanya telur diletakkan diatas permukaan air satu- persatu dalam keadaan menempel pada dinding tempat perindukannya. Ukuran panjangnya 0,7 mm, dibungkus dalam kulit yang berlapis tiga dan mempunyai saluran berupa corong untuk masuknya spermatozoa (Sembel, 2009). Telur Aedes aegypti dalam keadaan kering dapat tahan bertahun – tahun lamanya. Telur berbentuk elips dan mempunyai permukaan yang polygonal. Telurnya tidak akan menetas sebelum tanah digenangi air dan telur akan menetas dalam waktu satu sampai tiga hari pada suhu 30°C tetapi membutuhkan tujuh hari pada suhu 16°C (Neva FA and Brown HW, 1994). Telur nyamuk Aedes albopictus berwarna hitam, yang akan menjadi lebih hitam warnanya ketika menjelang menetas, bentuk lonjong dengan satu ujungnya lebih tumpul dan ukurannya ± 0,5mm (Boesri, Hasan. 2011). Telur Aedes albopictus waktu bertelur sesudah menghisap darah dipengaruhi oleh temperatur. Waktu terpendek antara menghisap darah dan bertelur untuk pertama kali ialah 7 hari pada suhu 210 C dan 3 hari pada suhu 280 C. Telur yang masak (umur4-7 hari) akan menetas segera sesudah kontak dengan air (Sembel , 2009).

Gambar 1. Telur Aedes sp

2. Larva Larva Aedes aegypti dapat bertahan hidup dan tumbuh normal pada air got yang didiamkan dan menjadi jernih, sedangkan pada air sumur dan PAM ketahanan hidupnya sangat rendah dan tidak dapat

tumbuh

normal.

Air

limbah

sabun

mandi

tidak

memungkinkan untuk hidup larva Ae aegypti (Sayono, 2011).

Gambar 2. Larva Aedes aegypti

Gambar 3. Larva Aedes albopictus

Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari. Ada 4 tingkat (instar) jentik sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu: a. Instar I

: berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm

b. Instar II : 2,5-3,8 mm c. Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II d. Instar IV : berukuran paling besar 5 mm. Larva instar IV akan berubah menjadi pupa yang berbentuk bulat gemuk menyerupai koma. Untuk menjadi nyamuk dewasa diperlukan waktu 2-3 hari. Suhu untuk perkembangan pupa yang optimal sekitar 270C-300C, tidak memerlukan makanan tetapi memerlukan udara. Pada stadium pupa ini akan dibentuk alat-alat tubuh nyamuk seperti sayap, kaki, alat kelamin, dan bagian tubuh lainnya (Depkes RI, 2008). Ciri-ciri dari larva Aedes aegypti adalah adanya corong udara pada segmen terakhir. Pada corong udara tersebut memiliki gigi pectin serta sepasang rambut dan jumbai. Pada segmen abdomen tidak dijumpai adanya rambut berbentuk kipas (palmate hairs). Pada setiap abdomen segmen kedelapan ada comb scale sebanyak 8-21 atau berjejer 1-3 (Soegijanto, 2006). Ciri-ciri dari larva Aedes albopictus adalah kepala berbentuk bulat silindris, antenna pendek dan halus dengan rambut-rambut berbentuk sikat di bagian depan kepala, pada ruas abdomen 8 terdapat gigi sisir yang khas dan tanpa duri pada bagian lateral thorax berukuran ± 5mm (Boesri, Hasan. 2011). 3. Pupa Pupa berbentuk agak pendek, tidak makan tetapi tetap aktif bergerak dalam air terutama bila terganggu. Pupa akan berenang naik turun dari bagian dasar ke permukaan air. Dalam waktu dua atau tiga hari perkembangan pupa sudah sempurna, maka kulit pupa pecah dan nyamuk dewasa muda segera keluar dan terbang ( Sembel, 2009).

Pupa Aedes albopictus bentuk seperti koma dengan cephalothorax yang tebal, abdomen dapat digerakkan vertikal setengah lingkaran, warna mulai terbentuk agak pucat berubah menjadi kecoklatan kemudian menjadi hitam ketika menjelang menjadi dewasa, dan kepala mempunyai corong untuk bernapas yang berbentuk seperti terompet panjang dan ramping (Boesri, 2011).

Gambar 4. pupa Aedes (sumber : Dept. Medical Entomology ICPMR, 2002)

Gambar 5. Nyamuk keluar dari pupa Sumber : (Mani Saranya, 2013)

4. Nyamuk Dewasa

Aedes aegypti juga disebut sebagai Tiger mosquito atau Black White Mosquito karena tubuhnya mempunyai ciri khas berupa adanya garis-garis dan bercak bercak putih keperakan di atas dasar warna hitam. Dua garis melengkung berwarna putih keperakan di kedua sisi lateral serta dua buah garis putih sejajar di garis median dari punggungnya yang berwarna dasar hitam sedangkan pada Aedes albopictus hanya membentuk sebuah garis lurus. Susunan vena sayap sempit dan hampir seluruhnya hitam, kecuali bagian pangkal sayap. Seluruh segmen abdomen berwarna belang hitam putih, membentuk pola tertentu, dan pada betina ujung abdomen membentuk titik (meruncing) (Harwood RF and James MT, 1979). Aedes aegypti berbadan sedikit lebih kecil, tubuhnya sampai ke kaki berwarna hitam dan bergaris-garis putih. Nyamuk ini tidak menyukai tempat yang kotor, biasa bertelur pada genangan air yang tenang dan bersih seperti pot bunga, tempayan, bak mandi dan lain-lain yang kurang diterangi matahari dan tidak dibersihkan secara teratur. Bagi nyamuk Aedes aegypti, darah manusia berfungsi untuk mematangkan telur agar dapat dibuahi pada saat perkawinan (Rozanah, 2004). Mulut nyamuk termasuk tipe menusuk dan mengisap (Rasping-Sucking), mempunyai enam stilet yaitu gabungan antara mandibula, maxilla yang bergerak naik turun menusuk jaringan sampai menemukan pembuluh darah kapiler dan mengeluarkan ludah yang berfungsi sebagai cairan racun dan antikoagulan (Sembel DT, 2009).

Gambar 6. Aedes aegypti

Gambar 7. Aedes albopictus Nyamuk jantan umumnya lebih kecil dari nyamuk betina dan terdapat rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua

ciri

ini

dapat

diamati dengan

mata

telanjang

(Gandahusada, dkk, 2000). Aedes aegypti secara makroskopis memang terlihat hampir sama seperti Aedes albopictus, tetapi berbeda pada letak morfologis pada punggung (mesonotum), mesepimeron dan kaki anterior (Rahayu, Diah. 2013). Seperti terlihat pada gambar.

Aedes aegypti

Aedes albopictus

Gambar 8. Perbedaan Mesonotum Aedes aegypti dan Aedes albopictus

Aedes aegypti

Aedes albopictus

Gambar 9. Perbedaan Mesepimeron Aedes aegypti dan Aedes albopictus

Aedes aegypti

Aedes albopictus

Gambar 10. Perbedaan Kaki Anterior bagian femur Aedes aegypti dan Aedes albopictus Aedes aegypti jika dilihat dari gambar mempunyai perbedaan pada Mesonotum yaitu Aedes aegypti mempunyai gambaran punggung berbentuk garis seperti lyre dengan dua garis lengkung dan dua garis lurus putih, sedangkan Aedes albopictus hanya mempunyai satu strip putih pada Mesonotum. Anterior kaki Aedes aegypti bagian femur kaki tengah terdapat strip putih memanjang sedangkan Aedes albopictus tanpa strip putih memanjang (Rahayu, Diah . 2013) Tabel 1. Perbedaan Aedes aegypti dan Aedes albopictus

Aedes aegypti

No. 1.

Menyukai tinggal di dalam Menyukai tinggal di luar rumah rumah (indoor).

2.

Bersifat

(outdoor). antropofilik Bersifat antropofilik dan zoofilik

(menggigit manusia). 3.

Jarak

terbang

(menggigit manusia dan binatang). nyamuk Jarak terbang nyamuk dewasa

dewasa betina 30-50 meter. 4.

Aedes albopictus

Mempunyai

betina 400-600 meter.

punggung Hanya mempunyai satu garis lurus

berbentuk garis seperti lyre pada punggungnya. dengan dua garis lengkung dan dua garis lurus putih. 5.

Terdapat dua tambahan strip Mesepimeron

membentuk

putih terpisah pada bagian tambalan putih berbentuk V. mesepimeron. 6.

Anterior pada bagian femur Tidak

terdapat

sstrip

putih

kaki tengah terdapat strip memanjang pada bagian femur putih memanjang.

kaki. Sumber : Diah Rahayu (2013)

C. Siklus Hidup Aedes sp Aedes aegypti mengalami metamorfosis lengkap/metamorfosis sempurna (holometabola) yaitu dengan bentuk siklus hidup berupa Telur, Larva (beberapa instar), Pupa dan Dewasa (James MT and Harwood RF, 1969) Nyamuk Aedes aegypti, meletakkan telur pada permukaan air bersih secara individual. Setiap hari nyamuk Aedes betina dapat bertelur rata-rata 100 butir. Telurnya bebentuk elips berwarna hitam dan terpisah satu dengan yang lain. Telur menetas satu sampai dua hari menjadi larva (Ginanjar, 2008). Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar. Perkembangan dari instar satu ke instar empat memerlukan waktu sekitar 5 hari. Setelah mencapai instar keempat, larva berubah menjadi pupa dimana larva memasuki masa dorman.

Pupa bertahan selama dua hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa. Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu tujuh hingga delapan hari, tetapi dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak mendukung (Ginanjar, 2008).

Gambar 11. Siklus hidup nyamuk Aedes sp Sumber : http://www.cdc.gov/Dengue/entomologyEcology/m_lifecycle.html

Telur Aedes aegypti tahan terhadap kondisi kekeringan, bahkan bisa bertahan hingga satu bulan dalam keadaan kering. Jika terendam air, telur kering dapat menetas menjadi larva. Sebaliknya, larva sangat membutuhkan air yang cukup untuk perkembangannya. Kondisi larva saat berkembang dapat memengaruhi kondisi nyamuk dewasa yang dihasilkan. Sebagai contoh populasi larva yang melebihi ketersediaan makanan akan menghasilkan nyamuk dewasa yang cendrung lebih rakus dalam menghisap darah (Ginanjar, 2008) .

D. Kebiasaan Hidup/Bionomik Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus 1. Bionomik Nyamuk Aedes aegypti

a. Ketahanan hidup Cuaca memegang peranan penting dalam daur hidup nyamuk sebagai vector demam

berdarah.

Faktor yang

berpengaruh adalah curah hujan, suhu, kelembaban dan kecepatan angin. Berkaitan dengan Climate change, semua factor menjadi tidak dominan karena ketidak pastian cuaca memberikan kombinasi yang beragam (Tjatur, 2013). Perkembangan telur nyamuk tampak telah mengalami embrionisasi lengkap dalam waktu 72 jam dalam temperature udara 25-300C dan dijelaskan bahwa rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25- 270C dan pertumbuhan nyamuk akan berhenti sama sekali Bila suhu kurang dari 10 0C atau lebih dari 400C.Kalimantan merupakan daerah tropis, suhu udara 25% merupakan suhu optimum untuk perkembangbiakan jentik (Ridha, 2013). b. Kebiasaan mengigit Aktivitas mengigit mencapai puncak pada saat perubahan intensitas cahaya tetapi bisa mengigit sepanjang hari dan tertinggi sebelum matahari terbenam. Jarak terbang pendek yaitu 50-100 meter kecuali terbawa angin (Soegijanto, 2006). Tidak seperti nyamuk lain, Aedes aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali (multiple bites) dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).

c. Perilaku istirahat Nyamuk akan istirahat pada tempat-tempat yang gelap dan sejuk

apabila

sudah

menghisap

darah,

sampai

proses

penyerapan darah untuk perkembangan telur selesai. Nyamuk

akan mencari tempat berair untuk meletakan telurnya, kemudian bertelur dan kemudian nyamuk akan mulai mencari darah lagi untuk siklus bertelur berikutnya (Soegijanto, 2006). d. Kebiasaan berkembangbiak (Breeding Habit) Aedes

aegypti

berkembangbiak

di

dalam

tempat

penampungan air seperti bak mandi, tempayan, drum, vas bunga, dan barang bekas yang dapat menampung air hujan di daerah urban dan suburban (Soegijanto, 2006).

Gambar 12. Tempat perindukan Aedes aegypti Sumber : http://entnemdept.ufl.edu/

2. Bionomik Nyamuk Aedes albopictus a. Ketahanan nyamuk Iklim dapat berpengaruh terhadap pola penyakit infeksi karena agen penyakit baik virus, bakteri atau parasit, dan vektor bersifat sensitif terhadap suhu, kelembaban, dan kondisi lingkungan ambien lainnya. WHO (2003) menyatakan bahwa penyakit yang ditularkan melalui nyamuk antara lain DBD berhubungan dengan kondisi cuaca yang hangat. Curah hujan ideal adalah air hujanyang tidak sampai menimbulkan banjir dan air menggenang di suatu wadah/media yang menjadi tempat perkembang-biakan nyamuk yang aman dan relatif masih bersih (misalnya cekungan di pagar bambu, pepohonan, kaleng bekas, ban bekas, atap atau talang rumah). Tersedianya air dalam

media akan menyebabkan telur nyamuk menetas dan setelah 10 sampai 12 hari akan berubah menjadi nyamuk. Bila manusia digigit oleh nyamuk yang mengandung virus dengue maka dalam 4 sampai 7 hari kemudian akan menimbulkan gejala DBD (Ariati, 2014). Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi metabolismenya menurun atau bahkan terhenti bila suhunya turun sampai di bawah suhu kritis. Pada suhu yang lebih tinggi dari 35°C juga terjadi perubahan yang berupa lambatnya prosesproses fisiologis. Rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25°C sampai 27°C. Pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali bila suhu kurang 10°C atau lebih dari 40°C. Kelembaban akan berpengaruh terhadap umur nyamuk. Pada kelembaban kurang dari 60% umur nyamuk akan menjadi pendek dan tidak bisa menjadi vektor karena tidak cukup waktu untuk perpindahan virus dari lambung ke kelenjar ludah. Kelembaban rata-rata

pada

daerah

kajian

berkisar

antara

83%-88%

sementara kelembaban optimum bagi kehidupan nyamuk adalah 70% sampai 90% (Ariati, 2014). b. Kebiasaan mengigit Nyamuk Aedes albopictus menggigit di pagi, sore dan malam hari dan puncaknya pada sore hari. Nyamuk Aedes albopictus tidak hanya menggigit manusia, namun bisa menggigit sapi, kucing anjing, tikus, ayam, ular, kadal dan katak (Devi, 2013). c. Perilaku istirahat Nyamuk Aedes albopictus biasanya beristirahat di tempat yang teduh, ban bekas, semak-semak, kotak baterai, kontainer limbah, dan gerabah (Devi, 2013). Perilaku nyamuk dewasa Aedes albopictus boleh dikatakan sama dengan perilaku Aedes aegypti meskipun nyamuk ini lebih suka beristirahat di dalam rumah (Inge Sutanto, 2008).

d. Kebiasaan Berkembangbiak (Breeding Habit) Aedes albopictus dalam musim penghujan relatif tersedia lebih banyak tempat yang cocok bagi habitat Aedes albopictus. Itulah sebabnya jumlah populasi Aedes albopictus merupakan nyamuk yang selalu menggigit dan menghisap darah manusia sepanjang hari mulai pagi-sore (Sembel, 2009). Aedes albopictus bersifat aktif sama dengan Aedes aegypti, yaitu di pagi dan sore hari. Aedes albopictus bertelur di air yang tergenang, misalnya pada kaleng-kaleng bekas yang menampung air hujan di halaman rumah. Pada musim penghujan, nyamuk ini banyak terdapat di kebun atau halaman rumah karena terdapat banyak tempat yang terisi air (Soegijanto, 2006). Walaupun

kadang-kadang

larva

Aedes

albopictus

ditemukan hidup bersama dalam satu tempat perindukan dengan larva Aedes aegypti, namun larva nyamuk ini lebih menyukai tempat-tempat perindukan alamiah (plant containers) seperti kelopak daun, tonggak bamboo dan tempurung kelapa yang mengandung air hujan (Inge Sutanto, 2008).

Gambar 13. Kelopak daun tempat perindukan Aedes albopictus Sumber : www.ecology.org

E. Penyebaran Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus 1. Aedes aegypti Distribusi spesies ini terutama di daerah pantai Afrika dan tersebar luas di daerah Asia selatan dan daerah beriklim panas, termasuk Amerika Serikat bagian selatan. Di Afrika spesies ini menjadi tidak tergantung pada hujan, berkembang pada tandon air buatan tanpa terpengaruh musim. Nyamuk Aedes aegypti tersebarr luas di daerah tropis dan sub-tropis. Di Indonesia, nyamuk ini tersebar luas baik di rumah maupun di tempat umum. Nyamuk ini dapat bertahan hidup dan berkembangbiak sampai ketinggian daerah ± 1.000 m di atas permukaan laut. Di atas ketinggian 1.000 m tidak dapat berkembangbiak karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk Aedes aegypti. Aedes aegypti berasal dari benua Afrika yang menyebar ke Timur mendominasi daerah Asia Tenggara (Depkes RI, 2005).

Gambar 14. Distribusi nyamuk Aedes aegypti Sumber : http://www.eoearth.org/view/article/151688/ 2. Aedes albopictus Secara luas tersebar di Asia, khususnya daerah hutan tropis dan sub tropis. Penyebaran Aedes albopictus dipengaruhi oleh kepadatan penduduk. Aedes albopictus merupakan nyamuk asli

daerah timur (Asia dan sekitarnya) yang menyebar ke daerah barat seperti Madagaskar dan pulau-pulau di Afrika Timur kecuali daratan benua Afrika. Menurut Mac donald dalam penyebarannya Aedes albopictus di Asia Tenggara meliputi Pulau Kalimantan (+Brunei Darusalam), Burma, Kamboja, Laos, Malaysia, Philipina, Singapura, Thailand, Vietnam, dan pulau-pulau di seluruh Indonesia. Di luar daerah Asia Tenggara penyebarannya meliputi daerah oriental (India), Australia, daerah Somalia Perancis, pulau-pulau Bonin, Chagas dan Hawai, Jepang, Korea, Madagaskar, Pulau Mariana, Mauritus, Nepal, dan New Guinea (Boesri, 2011).

Gambar 15. Peta penyebaran nyamuk Aedes albopictus

F. Peranan Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus Sebagai Vector 1. Aedes aegypti Secara historis, nyamuk Aedes aegypti telah menjadi salah satu vector nyamuk yang paling penting dari berbagai penyakit pada manusia. Data kasus yang dilaporkan DBD menunjukkan lonjakan yang jelas pada akhir tahun 2009, segera setelah terjadinya gempa Padang tahun 2009, di akibatkan oleh meningkatnya jumlah nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, dimana virus dangue

yang ada saat ini telah mengalami perkembangan genotipe (Fanany, 2012). 2. Aedes albopictus Peranan Ae. albopictus dalam penularan penyakit sebai vector sekunder maupun sebagai vector utama dilapangan maupun pada percobaan laboratorium terhadap Demam Berdarah Dengue telah terbukti dan menjadi masalah di beberapa Negara terhadap penyakit penyakit virus yang menyerang syaraf seperti Japanese encephalistis dan western atau eastern encephalistis serta chikungunya dan telah dibuktikan secara laboratorium, demikian juga pada penyakit penyakit hewan yang disebabkanoleh agen dirofilaria imitis, plasmodium lophurae, P. gallinaceum dan P.fallax. peranannya dialam terhadap penyakit virus dan parasite sejenis pada manusia dan hewan perlu dipikirkan kemungkinannya(Boesri Hasan, 2011) Pada beberapa penyelidikan di laboratorium dapat terlihat bahwa Aedes albopictus mampu menjadi penular atau reservoir dari penyakit yang disebabkan oleh Dirofilaria immitis, Plasmodium lophurae, Plasmodium gallinaceum, Plasmodium fallax dan beberapa

virus

penyebab

penyakit

Western

encephalistis,

Chikungunya dan Japanese encephalistis (Horsfall, 1955).

G. Cara Pengendalian Nyamuk Aedes sp Pemberantasan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit demam berdarah dengue hingga ke tingkat yang bukan merupakan masalah kesehatan masyarakat lagi. Kegiatan pemberantasan nyamuk Aedes dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : 1. Pemberantasan nyamuk dewasa a. Pengasapan (Fogging) Pengasapan atau fogging dengan menggunakan jenis insektisida misalnya, golongan organophospat atau pyrethroid

synthetic (Supartha, 2008). Contohnya, malathion dan fenthoin, dosis yang dipakai adalah 1 liter malathion 95% EC + 3 liter solar. Pengasapan dilakukan pada pagi antara jam 07.00-10.00 dan sore antara jam 15.00-17.00 secara serempak (Depkes RI, 2004). Penyemprotan dilakukan dua siklus dengan interval 1 minggu. Pada penyemprotan pertama, semua nyamuk yang mengandung virus dengue (nyamuk infentif) dan nyamuk lainnya akan mati. Penyemprotan kedua bertujuan agar nyamuk baru yang infektif akan terbasmi sebelum sempat menularkan kepada orang lain. Dalam waktu singkat, tindakan penyemprotan dapat membatasi penularan, akan tetapi tindakan ini harus diikuti dengan pemberantasan terhadap jentiknya agar populasi nyamuk penular dapat tetap ditekan serendah – rendahnya (Chahaya, 2005). b. Repelen Repelen yaitu bahan kimia atau non-kimia yang berkhasiat mengganggu kemampuan insekta untuk mengenal bahan atraktan dari hewan atau manusia. Dengan kata lain, bahan itu berkhasiat mencegah nyamuk hinggap dan menggigit. Bahan tersebut memblokir fungsi sensori pada nyamuk. Jika digunakan dengan benar, repelen nyamuk bermanfaat untuk memberikan perlindungan pada individu pemakainya dari gigitan nyamuk selama jangka waktu tertentu (Kardinan, 2007). Nyamuk dalam mengincar mangsanya lebih mengandalkan daya cium dan panas tubuh calon korbannya. Daya penciuman itulah yang menjadi target dalam menghalau nyamuk (Diah, 2008). Salah satu cara yang lebih ramah lingkungan adalah memanfaatkan tanaman anti nyamuk (insektisida hidup pengusir nyamuk). Tanaman hidup pengusir nyamuk adalah jenis tanaman yang dalam kondisi hidup mampu menghalau nyamuk. Cara penempatan tanaman ini bisa diletakkan di sudut-sudut ruangan dalam rumah, sebagai media untuk mengusir nyamuk. Jumlah

tanaman dalam ruangan tergantung luas ruangan. Sementara, untuk

penempatan

diluar

rumah/pekarangan

sebaiknya

diletakkan dekat pintu, jendela atau lubang udara lainnya, sehingga aroma tanaman terbawa angin masuk ke dalam ruangan. Contoh tanaman anti nyamuk yang gampang ditemui antara lain: Tembelekan (Lantana camera L), Bunga Tahi Ayam atau Tahi Kotok (Tagetes patula), Karanyam (Geranium spp), Sereh Wangi (Andropogonnardus/Cymbopogon nardus), Selasih (Ocimum spp), Suren (Toona sureni, Merr), Zodia (Evodia suaveolens, Scheff), Geranium (Geranium homeanum, Turez) dan Lavender (Lavandula latifolia,Chaix) (Diah, 2008). c. Teknik Serangga Mandul (TSM) Radiasi dapat dimanfaatkan untuk pengendalian vektor yaitu

untuk membunuh

secara

langsung dengan

teknik

desinfestasi radiasi dan membunuh secara tidak langsung yang lebih dikenal dengan Teknik Serangga Mandul (TSM), yaitu suatu teknik pengendalian vektor yang potensial, ramah lingkungan, efektif, spesies spesifik dan kompatibel dengan teknik lain. Prinsip dasar TSM sangat sederhana, yaitu membunuh serangga dengan serangga itu sendiri (autocidal technique). Teknik Jantan Mandul atau TJM merupakan teknik pemberantasan serangga dengan jalan memandulkan serangga jantan. Radiasi untuk pemandulan ini dapat menggunakan sinar gamma, sinar X atau neutron, namun dari ketiga sinar tersebut yang umum digunakan adalah sinar gamma (Nurhayati, 2005). 2. Pemberantasan jentik a. Fisik Cara

ini

dilakukan

dengan

menghilangkan

atau

mengurangi tempat-tempat perindukkan. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang pada dasarnya ialah pemberantasan jentik atau mencegah agar nyamuk tidak dapat berkembang biak. PSN ini dapat dilakukan dengan (Chahaya, 2011) :

1) Menguras bak mandi dan tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali. Ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa perkembangan telur menjadi nyamuk selama 7-10 hari. 2) Menutup

rapat

tempat

penampungan

air

seperti

tempayan, drum dan tempat air lain. 3) Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung sekurang-kurangnya seminggu sekali. 4) Membersihkan pekarangan dan halaman rumah dari barang-barang bekas seperti kaleng bekas dan botol pecah sehingga tidak menjadi sarang nyamuk. 5) Menutup lubang-lubang pada bambu pagar dan lubang pohon dengan tanah. 6) Membersihkan air yang tergenang diatap rumah. 7) Memelihara ikan. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) pada dasarnya untuk memberantas jentik atau mencegah agar nyamuk tidak dapat berkembang biak. Mengingat Aedes aegypti tersebar luas, maka

pemberantasannya

perlu

peran

aktif

masyarakat

khususnya memberantas jentik Aedes aegypti di rumah dan lingkungannya masing-masing. Cara ini adalah suatu cara yang paling efektif dilaksanakan karena (Chahaya, 2011) : 1) Tidak memerlukan biaya yang besar. 2) Bisa dilombakan untuk menjadi daerah yang terbersih. 3) Menjadikan lingkungan bersih. 4) Budaya bangsa Indonesia yang senang hidup bergotong royong. 5) Dengan lingkungan yang baik tidak mustahil, penyakit lain yang diakibatkan oleh lingkungan yang kotor akan berkurang. b. Kimia

Dikenal sebagai larvasidasi atau larvasiding yakni cara memberantas

jentik

nyamuk

Aedes

aegypti

dengan

menggunakan insektisida pembasmi jentik (larvasida). Larvasida yang biasa digunakan antara lain adalah temephos yang berupa butiran – butiran (sand granules). Dosis yang digunakan adalah 1 ppm atau 10 gram (± 1 sendok makan rata) untuk tiap 100 liter air. Larvasida dengan temephos ini mempunyai efek residu selama 3 bulan (Depkes RI, 2004). Nama merek dagang temefos adalah abate. Abate merupakan senyawa fosfat organik yang mengandung gugus phosphorothioate. Bersifat stabil pada pH 8, sehingga tidak mudah larut dalam air dan tidak mudah terhidrolisa. Abate murni berbentuk kristal putih dengan titik lebur 300 – 30,50 C. Mudah terdegradasi bila terkena sinar matahari, sehingga kemampuan membunuh larva nyamuk tergantung dari degradasi tersebut. Gugus phosphorothioate (P=S) dalam tubuh binatang diubah menjadi

fosfat

(P=O)

yang

lebih

potensial

sebagai

anticholinesterase. Kerja anticholinesterase adalah menghambat enzim cholinesterase baik pada vertebrata maupun invertebrata sehingga menimbulkan gangguan pada aktivitas syaraf karena tertimbunnya acetylcholin pada ujung syaraf tersebut. Hal inilah yang mengakibatkan kematian (Fahmi, 2006). Larva Aedes aegypti mampu mengubah P=S menjadi P=O ester labih cepat dibandingkan lalat rumah, begitu pula penetrasi abate ke dalam larva berlangsung sangat cepat dimana lebih dari 99% abate dalam medium diabsorpsi dalam waktu satu jam setelah perlakuan. Setelah diabsorpsi, abate diubah menjadi produk-produk metabolisme, sebagian dari produk metabolik tersebut diekskresikan ke dalam air (Fahmi, 2006). Namun, cara ini tidak menjamin terbasminya tempat perindukkan nyamuk secara permanen karena masyarakat pada umumnya tidak begitu senang dengan bau yang ditimbulkan

larvasida selain itu pula diperlukan abate secara rutin untuk keperluan pelaksanaannya (Chahaya, 2011). c. Biologi Pengendalian ini dilakukan dengan menggunakan makhluk hidup, baik dari golongan mikroorganisme, hewan invertebrata atau hewan vertebrata. Organisme tersebut dapat berperan sebagai patogen, parasit atau pemangsa. Beberapa jenis ikan pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk seperti ikan kepala timah (Panchax panchax), ikan gabus (Gambusia affinis) dan ikan gupi lokal seperti ikan P.reticulata (Gandahusada, 1998). Menurut penelitian Widyastuti (2011) model pengendalian vektor DBD Aedes aegypti dapat menggunakan predator M.aspericornis lebih efisien daripada menggunakan predator ikan cupang. Selain cara diatas, ada pengendalian legislatif untuk mencegah tersebarnya serangga berbahaya dari satu daerah ke daerah lain atau dari luar negeri ke Indonesia, diadakan peraturan

dengan

sanksi

pelanggaran

oleh

pemerintah.

Pengendalian karantina di pelabuhan laut dan pelabuhan udara. Demikian pula penyemprotan insektisida di kapal yang berlabuh atau kapal terbang yang mendarat di pelabuhan udara. Keteledoran

oleh

karena

tidak

melaksanakan

peraturan-

peraturan karantina yang menyebabkan perkembangbiakan vektor nyamuk dan lalat, dapat dihukum menurut undang-undang (Gandahusada, 1998).

BAB III PENUTUP

1. Nyamuk Aedes sp termasuk dalam Kingdom Animalia, Filum Artropoda, Kelas Insekta, Ordo Diptera, Genus Aedes. 2. Morfologi nyamuk Aedes sp yaitu mempunyai warna dasar hitam, dengan bintik-bintik putih pada bagian badan dan kaki. Panjang badan sekitar 3-4 mm. 3. Aedes sp mengalami metamorfosis sempura dari telur-larva-pupanyamuk dewasa yang memerlukan waktu hingga 9 hari.

4. Kebiasaan hidup atau bionomik nyamuk Aedes sp meliputi Kebiasaan menggigit, kebiasaan istirahat dan kebiasaan berkembang biak. Kebiasaan menggigit Aedes aegypti yaitu terutama pada pagi dan sore hari. Sedangkan Aedes albopictus puncaknya pada sore hari. Kebiasaan istirahat Aedes aegypti yaitu pada tempat-tempat yang gelap dan sejuk apabila sudah menghisap darah, sampai proses penyerapan darah untuk perkembangan telur selesai. Sedangkan nyamuk Aedes albopictus beristirahat di tempat yang teduh. Aedes aegypti berkembang biak di tempat-tempat penampungan air bersih. Sedangkan Aedes albopictus lebih menyukai natural plant. 5. Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub-tropis sedangkan Aedes albopictus menyebar di seluruh Amerika, Eropa, Afrika, dan Timur Tengah. 6. Aedes

aegypti

merupakan

vektor

penyakit

DB,

DBD,

DSS,

Chikungunya, Demam Kuning, Filariasis dan Encephalitis. Aedes albopictus sebagai vektor potensial penyakit DBD. 7. Pengendalian nyamuk Aedes dapat dilakukan dengan cara: pada nyamuk dewasa dengan pengasapan, repelen, dan TSM (Teknik Serangga Mandul), pada jentik nyamuk dengan cara fisik seperti PSN (Pemberantsan sarang nyamuk), cara kimia dengan larvasida, cara biologi seperti menggunakan makhluk hidup, baik dari golongan mikroorganisme,

hewan

invertebrata

atau

hewan

vertebrata.

Organisme tersebut dapat berperan sebagai patogen, parasit atau pemangsa.

DAFTAR PUSTAKA

Ariati Jusniar, Athena Anwar. Model Prediksi Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Berdasarkan Faktor Iklim di Kota Bogor, Jawa Barat. Bul. Penelit. Kesehatan, Vol. 42, No. 4, Desember 2014: 249-256. Badan

Litbangkes

Kemenkes,

2015.

Dalam

http://radarpena.com/read/2015/02/16/15817/6/2/Tiap-Tahun-

Korban-Jiwa-Akibat-DBD-Meningkat. wahyu. Tiap Tahun Korban Jiwa Akibat DBD Meningkat. Senin, 16 Februari 2015 08:20 (http://digilib.unimus.ac.id) Bahang, Z.B. 1978. Life history of Aedes (S) aegypty and Aedes (S) albopictus under laboratory condition. Inst. For Med. Research. Kuala Lumpur. Boesri Hasan. Biologi dan Peranan Aedes albopictus(Skuse) 1894 sebagai Penular Penyakit. Aspirator. Vol.3 no. 2 tahun 2011: 117-125 Chahaya, I., 2011. Pemberantasan Vektor Demam Berdarah Di Indonesia. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3715/1/fkm

-

indra%20c5.pdf. Diakses tanggal 4 Februari 2012 Christopers, S.R. 1960. Aedes aegypti (L) The Yellow Fever Mosquito. Cambridge Univ. Press. London. Depkes RI. 2004. Perilaku Hidup Nyamuk Aedes aegypti Sangat Penting Diketahui dalam Melakukan Kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk Termasuk Pemantauan Jentik Berkala. Jakarta: Buletin Jendela. Depkes RI, 2008, Modul Pelatihan bagi Pelatih Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) dengan pendekatan Komunikasi Perubahan Perilaku, Jakarta. Depkes

RI,

2015

dalam

http://www.depkes.go.id/article/view/15013000002/kemenkesterima-laporan-peningkatan-kasus-dbd-di-jawatimur.html#sthash.qTkQwUDl.dpuf.

KEMENKES

TERIMA

LAPORAN PENINGKATAN KASUS DBD DI JAWA TIMUR . Jakarta 27 januari 2015 Diah Rahayu Fitri, Adil Ustiawan. Identifikasi aedes aegypti dan aedes albopictus. Artikel. 30 Januari 2013, Reviewed: 25 April 2013, Published: 31 Mei 2013 Djakaria, S. 2004. Pendahuluan Entomologi. Parasitologi Kedokteran Edisi ke-3.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Fahmi, M. 2006. Perbandingan Efektifitas Abate Dengan Ekstrak Daun Sirih (Piper Betle) Dalam Menghambat Pertumbuhan Larva Aedes aegypti. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro http://eprints.undip.ac.id/21271/1/Fahmi.pdf. Diakses tanggal 20 Maret 2015. Gandahusada S dkk, 2003. Parasitologi Kedokteran. Edisi ketiga. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Gandahusada, S. Herry D.I, Wita Pribadi, 1998, Parasitologi Kedokteran, Edisi III,FKUI,Jakarta Ginanjar Genis. 2007. Apa yang Dokter Anda Tidak Katakan Tentang Demam Berdarah. Edisi 1. Bandung : Bintang Pustaka. Hal. 21-22, 25 Agustus 2008. HARWOOD,RF and JAMES,MT. and. 1969. Herm’s Medical Entomology. 6th Ed.The Macmillan Company USA Ho, B.C. dkk. 1973. Field and laboratory observation on Landing bitting periodicities of Aedes albopictus (Skuse). SEA J. Trop. Med. Pub. Hlth. 4. pp. 238 – 244. Horsfall, W.R. 1955. Mosquitoes Their bionomic and relation to disease. The Ronald Press Co. New York Jumali. 1979. Epidemic Degue Haemorhagic Fever in rural Indonesia III Entom/ological studies. Am. J. Trop. Med. Hyg. 28 Kardinan, Agus. 2007. Tanaman Pengusir Dan Pembasmi Nyamuk. Agromedia Pustaka. Jakarta. Neva, F.A. Brown, H.W.1994. Basic Clinical Parasitology. 6th Ed. Prentice Hall International Edition. Nurhayati, S. 2005. Prospek Pemanfaatan Pengendalian Vektor Penyakit Demam Berdarah Dengue,Buletin Alara, 7(1dan2)Agustus dan Desember,pp.17-23.2005 R. C Russell Murray R. D, Davison R. M. Clinical presentation of PCOS following development of an insulinoma: case report. Hum Reprod 2000;15:86-8.

Ridha rasyid M, Nita Rahayu, Nur Afrida Rosvita, Dian Eka Setyaningtyas1 The relation of environmental condition and container to the existance of the Aedes aegypti larvae in dengue haemorrhagic fever endemic areas in Banjarbaru. Jurnal Epidemiologi dan Penyakit Bersumber Binatang. Vol. 4, No. 3, Juni 2013. Hal : 133 – 137 Rozanah,2004.http://garistepi.wordpress.com/2009/06/09/sistematikanyamuk-Aedesaegypti/Saranya. M, Mohanraj .R S, Dhanakkodi. B, Euro.J. Exp.Bio.,2013b 3: 203213. Sayono, S Qoniatun, Mifbakhuddin. Pertumbuhan Larva Aedes aegypti pada Air Tercemar. Vol 7 No 1 Tahun 2011 Sembel, D., 2009. Entomologi Kedokteran. Penerbit C.V. Andi Offset, Yogyakarta. Sen, S.K. 1926. Experiments on the transmission of interpest by means of insectsDep. Agric. India. Ent. Ser. 9; 59. Soegijanto, Soegeng, 2006. Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di Indonesia. Cetakan I. Airlangga, Surabaya. Soegijanto, Soegeng. 2006. Demam Berdarah Dengue. Edisi kedua. Surabaya: Airlangga University Press. Hal: 247-256 Tjatur S Wahjoe.Demam Berdarah dalam Perspektif Urban : Analisa Statistik untuk Awareness Strategy. Prosiding Conference on SmartGreen Technology in Electrical and Information Systems Bali, 14-15 November 2013 Widyastuti,Umi. 2011. Pemetaan Program Pengendalian Vektor dan Reservoir Penyakit di Jawa dan Bali. Penelitian Kebijakan. http://www.b2p2vrp.litbang.depkes.go.id/artikel/Penelitian%20Kebij akan.pdf. Diakses tanggal 20 Maret 2015.

MAKALAH PVE AEDES.pdf

infeksi filaria Wuchereria bancrofti dan dari Cacing jantung dan parasit. Plasmodium gallinaceum burung (R. C. Russell, 2005). Aedes sp. merupakan vektor ...

666KB Sizes 13 Downloads 264 Views

Recommend Documents

Makalah MOG.pdf
Retrying... Download. Connect more apps... Try one of the apps below to open or edit this item. Makalah MOG.pdf. Makalah MOG.pdf. Open. Extract. Open with.

Makalah akuntansi.pdf
Ta'ala yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga. penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah Akuntansi Keuangan ...

Makalah Resensi.pdf
Untuk mengetahui langkah-langkah meresensi buku. 6. untuk mengetahui apa saja unsur-unsur resensi. Page 3 of 32. Makalah Resensi.pdf. Makalah Resensi.

Makalah Xampp.pdf
XAMPP dapat dijalankan di sistem operasi Windows 2000/XP/Vista/7 dan sistem operasi lain. Kekurangan: Software lain yang sejenis dengan XAMPP. Apache.

Makalah Visual Basic 6 - MAKALAH PEMROGRAMAN VISUAL BASIC ...
(Integrated Development Environment) untuk membuat bahasa ... Displaying Makalah Visual Basic 6 - MAKALAH PEMROGRAMAN VISUAL BASIC 6.0.pdf.

Makalah Vitamin.pdf
Page 1 of 22. Makalah Vitamin ... sedangkan Vitamin yang larut Lemak yaitu Vitamin A,D,E dan K. Setiap vitamin. larut lemak A ... Displaying Makalah Vitamin.pdf.

Makalah akuntansi.pdf
Ta'ala yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga. penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah Akuntansi Keuangan ...

makalah pariwisata.pdf
Indonesia yang memiliki potensi wilayah yang luas dengan daya. tarik wisata yang cukup besar, banyaknya keindahan alam, aneka. warisan sejarah budaya ...

MAKALAH PRAGMATISME.pdf
Please enter this document's password to view it. Password incorrect. Please try again. Submit. MAKALAH PRAGMATISME.pdf. MAKALAH PRAGMATISME.pdf.

Makalah Wawancara.pdf
Page 1 of 12. Makalah Wawancara. WAWANCARA. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Pemahaman Individu Teknik Non Tes. Dosen Pengampu : Dr.

Makalah-ITIL.pdf
MAKALAH. Information Technology Infrastructure Library. (ITIL). Disusun oleh : 131111459 – Imal Zaya Harahap. 131111106 – Dwi Herydo Gultom. 131112055 ...

Makalah Kewirausahaan.pdf
There was a problem previewing this document. Retrying... Download. Connect more apps... Try one of the apps below to open or edit this item. Makalah ...

makalah ulumul qur'an.pdf
... Fa Sumatera, 1978) hal 216. 2 . Al-Zarkasyi, al-Burhan fi Ulum al-Qur‟an, (Mesir: Isa al-Baby al-Halaby, tt), hal 40. Page 3 of 15. makalah ulumul qur'an.pdf.

Makalah Zoologi Invertebrata.pdf
Assalamualaikum wr. wb. Bismillahirrahmaanirrahim. Segala puji hanya bagi Allah Tuhan seluruh alam, shalawat beserta salam semoga. tercurahkan kepada ...

Makalah Akuntansi Biaya.pdf
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa, berkat rahmat dan. karuniaNya kami dapat menyelesaikan makalah Pengantar bisnis tepat pada ...

Makalah Pemodelan Simulasi.pdf
... kita dapat melakukan Video. Call dengan menggunakan aplikasi seperti SKYPE, IM Messengger, Smartphone, dll dengan. koneksi internet atau pulsa.

Makalah Web Programming.pdf
Sign in. Loading… Whoops! There was a problem loading more pages. Whoops! There was a problem previewing this document. Retrying... Download. Connect ...

Makalah Wawasan Nusantara.pdf
Pada alinea ke-2 telah menjelaskan mengenai cita-cita bangsa Indonesia,. yaitu “Dan perjuangan pergerakan Indonesia telah sampailah kepada saat yang ...

Makalah Sepak Bola.pdf
menendangnya ke jaring kecil. Permainan serupa juga dimainkan di Jepang ... Page 3 of 20. Main menu. Displaying Makalah Sepak Bola.pdf. Page 1 of 20.

Makalah Wawasan Nusantara.pdf
Page 1 of 4. Makalah Wawasan Nusantara. BAB I. PENDAHULUAN. 1. Latar belakang Masalah. Bangsa Indonesia kaya akan sosial budaya, sumber daya alam ...

Makalah Lingkungan Hidup.pdf
There was a problem loading more pages. Whoops! There was a problem previewing this document. Retrying... Download. Connect more apps... Try one of the ...

Makalah Literasi Komputer.pdf
Whoops! There was a problem loading more pages. Makalah Literasi Komputer.pdf. Makalah Literasi Komputer.pdf. Open. Extract. Open with. Sign In.